Social Icons

Pages

Senin, 02 April 2012

Sosiologi Menurut Peter L.Berger

PENGERTIAN SOSIALISASI

Peter L. Berger mencatat adanya perbedaan penting antara manusia dengan makhluk lain. Berbeda dengan makhluk lain yang seluruh perilakunya dikendalikan oleh naluri yang diperoleh sejak awal hidupnya. Sementara hewan tidak perlu menentukan misalnya apa yang harus dimakannya karena hal itu sudah diatur naluri; manusia harus memutuskan apa yang harus dimakannya dan kebiasannya yang harus selalu ditegakkannya. (Sunarto, 1993:27).

Karena keputusan yang diambil suatu kelompok dapat berbeda dengan kelompok lain, maka kemudian dijumpai keanekaragaman kebiasaan dalam soal makanan. Ada kelompok yang makanan pokoknya nasi, roti, sagu, jagung. Kalau hewan berjenis kelamin berlainan dapat saling berhubungan karena naluri, sementara manusia mengembangkan kebiasaan mengenai hubungan laki-laki dan perempuan. Kebiasaan yang berkembang dalam tiap kelompok tersebut kemudian menghasilkan berbagai macam sistem pernikahan yang berbeda satu sama lain. Kemudian keseluruhan kebiasaan yang dipunyai manusia tersebut, baik dalam bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama, politik dan sebagainya haris dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi.

Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a participant member of society” (proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat). Wright mendefinisikan sosialisasi sebagai proses ketika individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan (sampai tingkat tertentu) norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang itu untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain.(Wright, 1988:182).

Sosialisasi tidak bersifat sekaligus/total, dalam arti merupakan proses yang terus berlangsung, bergerak dari masa kanak-kanak sampai usia tua. Misalnya beberapa norma, seperti peraturan-peraturan dasar mengenai makanan dan makan, disampaikan kepada individu sewaktu ia masih kanak-kanak; beberapa norma lainnya seperti norma pacaran ditangguhkan sampai usia berikutnya (ketika memasuki usia awal remaja). Beberapa lagi yang lain melibatkan pengajaran yang terus-menerus dan dilakukan sepanjang kehidupan manusia. Tanggung jawab sosialisasi biasanya di tangan lembaga atau orang-orang tertentu, tergantung pada aspek-aspek yang harus terlibat. Misalnya, pendidikan agama diarahkan oleh orang tua sejak kanak-kanak dan oleh ustad setempat atau sekolah taman kanak-kanak berbasis agama; pendidikan profesi diberikan oleh para spesialis atau lembaga pendidikan kejuruan ayng berkompeten dalam hal itu, dan lain-lain. Sosialisasi bisa dilakukan dengan sengaja, maupun terjadi secara tidak disadari ketika individu mengambil petunjuk mengenai norma-norma sosial tanpa pengajaran khusus mengenai hal itu.
Kemudian apa yang dipelajari seseorang dalam sosialisasi? Menurut sejumlah tokoh sosiologi, yang diajarkan melalui sosialisasi ialah peranan-peranan. Oleh karena di dalam menjelaskan sosialisasi, sejumlah tokoh sosiologi menjelaskannya dengan teori peranan (role theory).

Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi merupakan fihak-fihak yang melaksanakan sosialisasi. Ada beberapa agen sosialisasi utama yaitu : keluarga, kelompok bermain, sekolah, dan media massa.
1. Keluarga
Peran agen sosialisasi pada tahap awal yaitu keluarga, sangat penting. Banyak ahli berpendapat bahwa kemampuan-kemampuan tertentu hanya dapat diajarkan pada periode tertentu saja dalam perkembangan fisik seseorang, artinya proses sosialisasi akan gagal bilamana dilaksanakan terlambat ataupun terlalu dini.
Agen sosialisasi keluarga terdiri atas orang tua dan saudara kandung. Pada sistem keluarga luas agen sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak dan dapat mencakup nenek, kakek, paman bibi, dan sebagainya.
Arti penting agen sosialisasi pertama terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Untuk dapat berinteraksi dengan significant onthers pada tahap ini seorang bayi belajar berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, di mana ia berkomunikasi tidak saja melalui pendengaran dan penglihatan tetapi juga melalui pancaindera lain, terutama sentuhan fisik.
2. Teman bermain
Teman bermain terdiri atas kerabat, tetangga, atau teman sekolah. Pada agen ini seorang anak mulai belajar meibatkan dirinya dengan orang yang sederajat atau sebaya. Pada tahap ini seorang anak memasuki game stage-mempelajari aturan yang mengatur peran orang yang kedudukannya sederajad. Dalam kelompok bermain pula seorang anak mulai belajar nilai-nilai keadilan.
3. Sekolah
Dalam agen ini seorang mempelajari beberapa hal baru. Sekolah mempersiapkan untuk penguasaan peran-peran baru di kemudian hari, di kala seseorang tidak tergantung lagi pada oerang tuanya. Menurut Robert Dreben (dalam Sunarto, 2004:25) selain mengajarkan membaca, menulis, berhitung sekolah juga mengajarkan kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universalism), dan spesifisitas (specificity).
4. Media Massa
Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah), dan media elektronik (radio, televisi) diidentifikasi sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh pada perilaku khalayaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan peningkatan kaulitas pesan serta peningkatan frekuensi terpaan pada masyarakat sehingga memberi peluang pada media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting.
Pesan-pesan yang ditayangkan bisa mengarahkan khalayak pada perilaku prososial (yang cenderung ke arah baik) dan perilaku antisosial (cenderung ke aras perilaku buruk). Beberapa penayangan adegan kekerasan, pornografi dikhawatirkan bisa meningkatkan perilaku anti sosial seperti kejahatan meningkat, pelanggaran susila dsb.

Pola Sosialisasi
Secara singkat bisa dikatakan menurut Jaeger (dalam Sunarto, 2004:31) bahwa sosialisasi bisa dilakukan melalui cara :
1. Sosialisasi represif (repressive socialization)
Sosialisasi ini menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Cara ini memeiliki ciri penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan pada kepatuhan anak pada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, non verbal dan berisi perintah, penekanan titik berat sosialisasi pada orang tua dan pada keinginan orang tua.
2. Sosialisasi Partisipatori (partisipatory socialization)
Dalam pola ini anak diberi imbalan manakala berperilaku baik, hukuman dan imbalan bersifat simbolik, anak diberi kebebasan, penekanan diletakkan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi pusat sosialisasi, keperluan anak dianggap penting.


Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a participant member of society”



3 komentar:

  1. maaf sob kalo keluar dari tema, ini kunjungan ane yg pertama ^_^

    oh iya minta bantuan komentarnya yaa http://dopind.blogspot.com/2012/06/apsifest-2012-event-para-generasi-muda.html ^_^

    BalasHapus
  2. ok2 ini baru sempat komentar

    BalasHapus